KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Alhamdulillah, puji
dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang dimana kami masih diberikan kesempatan dalam menulis makalah
yang kami buat ini dengan judul ‘’PENGEMBANGAN
POTENSI DIRI KONSELOR” yang dimana
kami akan menjelaskan tentang: Pengertian
Konselor, Pengertian Potensi Diri,& Pengembangan Potensi Diri Konselor.
Kami
selaku penulis makalah ini adalah manusia biasa dan tidak luput dari kekurangan
dan kesalahan. Untuk itu, kami dengan senang hati menerima segala kritikan dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah yang kami buat ini. Akhir kata
kami berharap agar makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi setiap pembaca
dan pihak yang memerlukannya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
Medan, Oktober 2015
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB. I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................... iii
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ iii
1.3 Tujuan.............................................................................................................. iii
BAB. II PEMBAHASAN
A. Pengertian Konselor ......................................................................................... 1
B. Pengertian Potensi Diri...................................................................................... 1
C. Pengembangan Potensi Diri Konselor............................................................... 2
D. Kualitas Pribadi Konselor................................................................................. 5
E. Cara-cara Mengembangkan Potensi Diri........................................................... 13
BAB. III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................................ 15
Daftar
Pustaka....................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konselor dalam istilah bahasa
inggris disebut counselor atau halper merupakan petugas khusus yang
berkualifikasi dalam bidang konseling (counseling).
Konselor sebagai tenaga professional dalam bidang bimbingan dan konseling (guide and counseling) merupakan tenaga
khusus yang memiliki karakteristik atau ciri-ciri dalam aspek kepribadian,
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.
Seorang konselor harus mampu
mengembangankan potonsi yang ada dalam diri konselor, agar konselor mampu dalam
melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling, sehingga menciptakan hubungan
yang baik dengan klien.
B. Rumusan Masalah
1.) Apa
Pengertian Konselor?
2.) Apa
Pengertian Potensi Diri?
3.) Bagaimana
Pengembangan Potensi Diri Konselor?
C.
Tujuan
Guna
untuk mengetahui perkembangan potensi diri yang ada pada konselor, di mata
kuliah Perkembangan Pribadi Konselor.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konselor
Konselor dalam istilah
bahasa inggris disebut counselor atau
halper merupakan petugas khusus yang
berkualifikasi dalam bidang konseling (counseling).
Konselor adalah
pendidik yang merupakan salah satu tenaga kependidikan yang berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Konselor sebagai pendidik merupakan salah
satu tenaga kependidikan yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan
konseling.[1]
B.
Pengertian Potensi Diri
Potensi
diri adalah kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang baik fisik
maupun mental yang dimiliki seseorang dan mempunyai kemungkinan untuk
dikembangan bila dilatih dan ditunjang dengan saran yang baik.
Kekhasan
potensi diri yang dimiliki seseorang berpengaruh besar pada pembentukan
pemahaman diri dan konsep diri. Ini juga terkait erat dengan prestasi yang
hendak diraih dalam hidupnya kelak. Kekurangan dan kelebihan yang dimilki dalam konteks potensi
diri adalah jika terolah dengan baik akan berkembang baik secara fisik maupun
mental
Potensi adalah
Kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.[2] Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang dimaksud potensi adalah kemampuan dan kualitas yang dimiliki oleh
seseorang, namun belum dipergunakan secara
maksimal. Dari segi peristilahan, kata potensi berasal dari bahasa Inggris to patentyang berarti keras,
kuat. Dalam pemahaman lain, kata potensi
mengandung arti kekuatan, kemampuan, daya, baik yang belum maupun yang sudah terwujud, tetapi belum optimal.
Berbagai pengertian di atas, memberi pemahaman
kepada kita bahwa potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh manusia,
tetapi daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, yang
menjadi tugas berikutnya bagi manusia yang berpotensi adalah bagaimana
mendayagunakan potensi tersebut untuk meraih prestasi. Potensi dapat menjadi
perilaku apabila dikembangkan melalui proses pembelajaran. Orang tidak dapat
mewujudkan potensi diri dalam perilaku apabila potensi yang dimiliki itu tidak
dikembangkan melalui pembelajaran.[3]
C. Pengembangan Potensi Diri Konselor
Potensi adalah
Kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan, Konselor adalah
seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling. Dan Konselor
sebagai pendidik yang merupakan salah satu tenaga kependidikan yang
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Jadi,
potensi diri konselor adalah kemampuam-kemampuan yang di miliki oleh seorang
konselor yang masih bisa dikembangkan agar konselor mampu dalam melaksanakan
pelayanan bimbingan dan konseling, sehingga menciptakan hubungan yang baik
dengan klien dan memberikan layanan kepada klien secara maksimal, Ada dua macam
untuk menggali potensi diri:
1. Potensi
diri yang bersifat fisik (fisiologis)
Tuhan
telah membekali manusia dengan kelengkapan fisik yang sempurna. Anggota badan
dan organ tubuh yang ada padanya, memungkinkan ia bekerja dan beraktifitas
dengan mudah.
2. Potensi
diri yang bersifat psikologis
Potensi
adalah daya kekuatan, kemampuan, kesanggupan dan kemampuan yang memungkinkan
untuk dapat dikembangkan. Potensi psikologi adalah kemampuan dan tekat yang
bulat untuk mengembangkan sesuatu.
Banyak
factor fungsional dan positifnyang memotivasi seorang individu untuk mengejar
karir dalam bidang konseling dan membuat
mereka pas dalam profesi tersebut, ada beberapa kualitas berikut seperti
diuraikan oleh Foster (1996) dan Guy (1997). Meskipun daftar ini tidak
sepenuhnya mendalam, daftar ini menjelaskan aspek-aspek dari kehidupan pribadi
seseorang yang membuat dia cocok berperan sebagai seorang konselor.
·
Keingin-tauhan dan
kepedulian: Minat alami terhadap manusia.
·
Kemampuaan
mendengarkan: Mampu menemukan dorongan untuk mendengarkan orang lain.
·
Suka berbincang: Dapat
menikmati percakapan yang berlangsung.
·
Empati dan pengertian:
Kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, meskipun orang itu
berbeda sekali dengan dirinya.
·
Menahan emosi: Mampu
mengatur berbagai macam jenis perasaan, atau emosi mulai dari perasaan marah
hingga perasaan senang.
·
Intropeksi: Kemampuan
untuk mengintropeksi diri.
·
Kapasitas menyangkal
diri: Kemampuan untuk mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan
kepentingan pribadi.
·
Toleransi keakraban:
Kemampuan untuk mempertahankan kedekatan emosional.
·
Mampu berkuasa: Dsapat
memegang kekuasaan dengan menjaga jarak tertentu.
·
Mampu tertawa:
Kemampuan melihat kualitas pahit-manis dari peristiwa kehidupan dan sisi humor
di dalamnya.
Terkait dengan kualitas peka dan
pertumbuhan dari konselor yang efektif adalah fungsi atau kegunaan mereka sebagai
instrument dalam proses konseling (Brammer & MacDonald, 2003: Combs,1982).
Konselor yang efektif mampu bersikap kreatif, dan berempati.[4]
Dalam proses konseling, seorang
konselor dituntut untuk dapat menunjukkan perilakunya secara efektif, baik
perilaku verbal maupun nonverbal. Barbara F. Okun (Sofyan S. Willis, 2004)
telah mengidentifikasikan beberapa perilaku verbal dan nonverbal konselor yang
efektif dan tidak efektif sebagaimana tampak dalam table berikut ini.[5]
Tabel 1. Perilaku Verbal
Efektif
|
Tidak Efektif
|
Menggunakan
kata-kata yang dapat dipahami klien
|
Memberi
Nasihat
|
Memberikan
refleksi dan penjelasan terhadap pernyataan klien
|
Terus-menerus
menggali dan bertanya terutama bertanya ‘’mengapa’’
|
Penafsiran
yang baik/sesuai
|
Bersifat
menenteramkan klien
|
Membuat
kesimpulan-kesimpulan
|
Menyalahkan
klien
|
Merespons
pesan utama klien
|
Menilai
klien
|
Memberi
dorongan minimal
|
Membujuk
klien
|
Memanggil
klien dengan nama panggilan atau ‘’Anda’’
|
Menceramahi
|
Memberi
informasi sesuai keadaan
|
Mendesak
klien
|
Menjawab
pertanyaan tentang diri konselor
|
Terlalu
banyak berbicara mengenai diri sendiri
|
Menggunakan
humor secara tepat tentang pernyataan klien
|
Menggunakan
kata-kata yang tidak dimengerti
|
Penafsiran
yang sesuai dengan situasi
|
Penafsiran
yang berlebihan
|
|
Sikap
merendahkan klien
|
|
Sering
menuntut/meminta klien
|
|
Menyimpang
dari topic
|
|
Sok
intelektual
|
|
Analisis
yang berlebihan
|
|
Selalu
mengarahkan klien
|
Tabel 2.Perilaku Nonverbal
Efektif
|
Tidak Efektif
|
Nada
suara disesuaikan dengan klien (tenang,sedang)
|
Berbicara
terlalu cepat atau terlalu pelan
|
Memelihara
kontak mata yang baik
|
Duduk
menjauh dari klien
|
Sesekali
menganggukkan kepala
|
Senyum
menyeringai/senyum sinis
|
Wajah
yang bersemangat
|
Menggerakkan
dahi
|
Kadang-kadang
memberi isyarat tangan
|
Cemberut
|
Jarak
dengan klien relative dekat
|
Merapatkan
mulut
|
Ucapan
tidak terlalu cepat/lambat
|
Menggoyang-goyang
jari
|
Duduk
agak condong ke arah klien
|
Menguap
|
Sentuhan
(touch) disesuaikan dengan usia klien dan budaya local
|
Gerak-gerak
isyarat yang mengacaukan
|
Air
muka ramah dan senyum
|
Menutup
mata atau mengantuk
|
|
Nada
suara tidak menyenangkan
|
|
Membuang
pandangan
|
D. Kualitas
Pribadi Konselor
Kualitas pribadi konselor
merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi
pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang
dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling.
Dalam kenyataan di lapangan,
tidak sedikit para siswa yang tidak mau datang ke ruang bimbingan dan
konseling, bukan karena guru pembimbingnya yang kurang keilmuannya dalam bidang
bimbingan, tetapi karena mereka memiliki kesan bahwa pembimbing tersebut
bersifat judes atau kurang ramah.
Berdasarkan hal tersebut,
maka dalam rangka mempersiapkan para calon konselor atau guru pembimbing, pihak
lembaga yang bertanggung jawab dalam pendidikan para calon konselor tersebut
dituntut untuk memfasilitasi perkembangan pribadi mereka yang berkualitas, yang
dapat dipertanggung jawabkan
secara profesional.
Cavanagh (1982) mengemukakan
bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai
berikut:
1.
Pemahaman Diri (
Self- Knowledge)
Self-knowledge ini berarti bahwa konselor memahami
dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa
dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Pemahaman diri sangat penting bagi
konselor, karena beberapa alasan berikut.
1) Konselor
yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki
persepsi yang akurat pula tentang orang lain atau klien (konselor akan lebih
mampu mengenal diri orang
lain secara tepat pula).
2) Konselor
yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil juga memahami
orang lain.
3) Konselor
yang memahami dirinya, maka dia akan mampu mengajar cara memahami diri itu kepada orang lain.
4) Pemahaman
tentang diri memungkinkan konselor untuk
dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan klien pada saat proses
konseling berlangsung.
Konselor yang memiliki
tingkat self-knowledge yang baik akan menunjukkan sifat-sifat berikut.
1) Konselor
menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Sebagai konselor dia memiliki
kebutuha itu seperti: (a) kebutuhan untuk
sukses (b) kebutuhan merasa penting, dihargai, superior, dan kuat.
2) Konselor
menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Perasaan-perasaan itu
seperti: rasa marah, takut, bersalah, dan cinta. Ketidaksadaran konselor akan
perasaannya dapat berakibat buruk terhadap proses konseling.
3) Konselor
menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemas dalam konseling, dan apa yang
menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri dalam
rangka mereduksi kecemasan tersebut.
4) Konselor
memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan)
dirinya.
2.
Kompeten
Yang dimaksud kompeten di
sini adalah bahwa konselor itu memiliki
kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang
berguna. Kompetensi. sangatlah penting bagi konselor, sebab klien yang
dikonseling akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan
untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Dalam hal ini, konselor berperan untuk
mengajar kompetensi-kompetensi tersebut kepada klien.
Konselor yang lemah fisiknya,
lemah kemampuan intelektualnya, sensitif emosinya,
kurang memiliki kemampuan dalam berhubungan sosial, dan kurang memahami
nilai-nilai moral maka dia tidak akan mampu mengajarkan kompetensi-kompetensi
tersebut kepada klien.
Satu hal penting yang
membedakan hubungan persahabatan dengan hubungan
konseling adalah kompetensi yang dimiliki konselor. Konselor yang efektif
adalah yang memiliki
·
pengetahuan akademik
·
kualitas pribadi
·
keterampilan konseling.
Konselor yang memiliki
kompetensi melahirkan rasa percaya pada diri klien
untuk meminta bantuan konseling terhadap konselor tersebut. Di samping itu
kompetensi ini juga sangat penting bagi
efisiensi waktu pelaksanaan konseling.
Konselor yang senantiasa
berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan menampilkan sifat-sifat atau
kualitas perilaku sebagai berikut.
1) Secara
terus menerus meningkatkan pengetahuannya tentang tingkah laku dan konseling
dengan banyak membaca atau menelaah buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan, menghadiri acara-acara
seminar dan diskusi tentang berbagai hal yang terkait dengan profesinya.
2) Menemukan
pengalaman-pengalaman hidup baru yang membantunya untuk lebih mempertajam
kompetensi, dan mengembangkan keterampilan konselingnya. Upaya itu ditempuhnya
dengan cara menerima resiko, tanggung jawab, dan tantangan-tantangan yang dapat
menimbulkan rasa cemas. Kemudian dia menggunakan
rasa cemas itu untuk mengaktualisasikan
potensi-potensinya.
3) Mencoba
gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru dalam konseling. Mereka senantiasa mencari
cara-cara yang paling tepat atau berguna untuk membantu klien.
4) Mengevaluasi
efektivitas konseling yang dilakukannya, dengan menelaah setiap pertemuan
konseling agar dapat bekerja lebih
produktif.
5) Melakukan
kegiatan tindak lanjut terhadap hasil
evaluasi yang telah dilaksanakan untuk mengembangkan atau memperbaiki proses
konseling.
3.
Memiliki kesehatan psikologis yang baik
Konselor dituntut memiliki
kesehatan psikologis yang lebih baik dari
kliennya. Hal mi penting karena kesehatan psikologis (psychological health)
konselor akan mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya.
Ketika konselor memahami bahwa kesehatan psikologisnya baik dan dikembangkan
melalui konseling, maka dia membangun proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila konselor
tidak mendasarkan konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologis,
maka dia akan mengalami kebingungan dalam menetapkan arah konseling
Setiap pertemuan konseling
merupakan suatu periode pengawasan yang begitu intensif terhadap tingkah laku
yang adaptif. Ketika konselor kurang memiliki kesehatan psikologis, maka
perannya sebagai model berperilaku bagi klien menjadi tidak efektif, bahkan
dapat menimbulkan kecemasan bagi klien. Apabila itu terjadi, maka konselor
bukan berperan sebagai penolong dalam memecahkan masalah, tetapi justru sebagai
pemicu masalah klien.
Kesehatan psikologis konselor
yang baik sangat berguna bagi hubungan konseling. Karena apabila konselor
kurang sehat psikisnya, maka dia akan teracuni atau terkontaminasi oleh
kebutuhan-kebutuhan sendiri, persepsi yang subjektif, nilai-nilai yang keliru,
dan kebingungan.
Konselor yang kesehatan
psikologisnya baik memiliki kualitas sebagai berikut:
1) Memperoleh
pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan, dan seks.
2) Dapat
mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.
3) Menyadari
kelemahan atau keterbatasan kemampuan dirinya.
4) Tidak
hanya berjuang untuk hidup, tetapi juga menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Konselor dapat menikmati kehidupan secara nyaman. Dia melakukan
aktivitas-aktivitas yang positif, seperti: membaca, menulis, bertamasya,
bermain (berolahraga), dan berteman.
4.
Dapat dipercaya
Kualitas ini berarti bahwa konselor itu
tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemãsan bagi klien. Kualitas konselor
yang dapat dipercaya
sangat penting dalam konseling, karena beberapa alasan yaitu sebagai berikut:
1) Esensi
tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan masalah dirinya yang
paling dalam. Dalam hal ini, klien
harus merasa bahwa konselor itu dapat memahami dan mau menerima curahan hatinya
(curhatnya) dengan tanpa penolakan. Jika klien tidak memiliki rasa percaya ini, maka rasa frustrasilah
yang menjadi hasil konseling.
2) Klien
dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor. Artinya klien
percaya bahwa konselor mempunyai motivasi untuk membantunya.
3) Apabila
klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dan konselor, maka akan berkembang
dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri.
Konselor yang dipercaya cenderung memiliki
kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
1) Memiliki
pribadi yang konsisten.
2) Dapat
dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupuñ perbuatannya.
3) Tidak
pernah membuat orang lain (klien) kecewa atau kesal.
4)
Bertanggung jawab, mampu
merespon orang lain secara utuh, tidak ingkar
janji, dan mau membantu secara penuh.
5.
Jujur
Yang dimaksud jujur di sini
adalah bahwa konselor itu bersikap
transparan (terbuka), autentik. Sikap jujur ini penting
dalam konseling, karena alasan-alasan sebagai berikut:
1) Sikap
keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologis
yang lebih dekat satu sama lainnya di
dalam proses konseling. Konselor yang menutup atau rnenyembunyikan
bagian-bagian dirinya
terhadap klien dapat menghalangi terjadinya relasi yang lebih dekat. Kedekatan
hubungan psikologis sangat penting dalam konseling, sebab dapat menimbulkan
hubungan yang langsung dan terbuka antara
konselor dengan klien.
2) Kejujuran memungkinkan konselor dapat
membenikan urnpan balik secara objektif kepada klien.
Konselor yang jujur memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1) Bersikap
kongruen, artinya sifat-sifat dirinya yang dipersepsi oleh dirinya sendiri
(real self) sama sebangun dengan yang dipersepsi oleh orang lain (public self).
2) Memiliki
pemahaman yang jelas tentang rnakna kejujuran.
6.
Kuat
Kekuatan atau kemampuan
konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa
aman. Klien memandang konselor sebagai orang yang tabah dalam menghadapi
masalah, dapat
mendorong klien untuk mengatasi masalahnya, dapat menanggulangi kebutuhan
dan masalah pribadi.
Konselor yang memiliki
kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut :
1) Dapat
membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling.
2) Bersifat
fleksibel.
3) Memiliki
identitas din yang jelas.
7.
Bersikap Hangat
Yang
dimaksud bersikap hangat itu adalah ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih
sayang. Kilen yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang
mengalami kehangatan
dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah,
memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin
mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan “sharing” dengan konselor.
Apabila hal itu diperoleh, maka klien dapat mengalami perasaan yang nyaman.
8.
Responsive
Keterlibatan
konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak pasif. Melalui respon
yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap
kebutuhan klien. Di sini konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan
umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, mengemukakan
gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan
yang tepat, dan membagi tanggung jawab
dengan klien dalam proses konseling.
9.
Sabar
Melalui kesabaran konselor
dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara
alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien dari pada hasilnya. Konselor yang
sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
10.
Sensitive
Kualitas ini berarti bahwa
konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau
sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada
diri klien maupun dirinya
sendiri.
Kilen yang datang untuk
meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya
mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah. Pada
diri mereka hanya nampak
gejala-gejalanya (pseudo masalah), sementara yang sebenarnya tertutup oleh
perilaku pertahanan dirinya. Konselor yang sensitif akan mampu mengungkap atau
menganalisis apa masalah sebenarnya yang dihadapi klien. Konselor
yang sensitif memiliki kualitas penilaku sebagai berikut.
1) Sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri.
2) Mengetahui
kapan, di mana, dan berapa lama mengungkap masalah klien (probing).
3) Mengajukan
pertanyaan tentang persepsi klien tentang masalah yang dihadapinya.
4) Sensitif terhadap sifat-sifat yang
mudah tersinggung dirinya.
11.
Memiliki kesadaran yang holistik
Konselor yang memiliki
kesadaran holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai berikut.
1) Menyadani
secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks.
2) Menemukan cara memberikan konsultasi yang
tepat dan mempertimbangkan tentang perlunya referal (rujukan).
3) Akrab
dan terbuka terhadap berbagai teori.
Shertzer dan Stone (1971)
mengemukakan beberapa pendapat tentang kualitas konselor, yaitu sebagai
berikut.
a. Menurut
NVGA (National Vocational Guidance Association) konselor yang berkualitas itu
ditandai dengan sifat-sifat mempunyai
minat untuk membantu orang lain, sabar, sensitif terhadap reaksi dan sikap
orang lain, emosinya stabil, dan dapat dipercaya.
b. Hamrin
dan Paulson mengemukakan sifat-sifat konselor yang baik, yaitu memahami din
sendiri dan klien, simpatik, bersahabat,
memiliki “sense of humor,” emosinya stabil, toleran, bersih-tertib, sabar,
objektif, ikhlas, bijaksana, jujur-terbuka, kalem, lapang hati, menyenangkan,
memiliki kecerdasan sosial, bersikap tenang.
c. Council
of Student Personnel Association in Higher Education merekomendasikan kualitas
konselor, yaitu memiliki
perhatian terhadap mahasiswa, percaya terhadap kemampuan mahasiswa, memahami aspirasi
mahasiswa, memiliki perhatian terhadap
pendidikan, sehat jasmani-rohani,
memiliki kemauan untuk membantu orang lain,respek terhadap orang lain, sabar,
dan memiliki rasa humor.
d. Association
for Counselor Education & Supervision mengemukakan sifat dasar konselor,
yaitu percaya
terhadap individu, komitmen
terhadap nilai manusiawi individu, memahami perkembangan lingkungan, bersikap
terbuka, memahami diri, komitmen terhadap profesi.[6]
E. Cara-cara Mengembangkan
Potensi Diri
Beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam mengembangkan potensi diri adalah sebagai berikut :
- Setiap kegiatan harus diawali dengan niat
- Harus selalu berfikir positif dalam semua hal
- Harus memiliki komitmen
- Jangan menganggap remeh orang lain
- Mencerna segala saran, kritik dan masukan yang
bersifat membangun dari orang lain
- Konsisten terhadap apa yang kita lakukan
- Yakinlah bahwa kita bisa.[7]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
·
Konselor adalah
seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling. Konselor
adalah pendidik yang merupakan salah satu tenaga kependidikan yang
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
·
Potensi adalah
Kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.
·
Potensi diri konselor
adalah kemampuam-kemampuan yang di miliki oleh seorang konselor yang masih bisa
dikembangkan agar konselor mampu dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan
konseling. Ada dua macam untuk menggali potensi diri: Potensi diri yang
bersifat fisik (fisiologis) dan Potensi diri yang bersifat psikologis.
DAFTAR
PUSTAKA
Gladding,Samuel
T,2012,KONSELING Profesi yang Menyeluruh,Jakarta: PT Indeks
Hartono,
Boy Soedarmadji, 2012,Psikologi Konseling,Jakarta:Kencana
Hikmawati,Fenti,2011,Bimbingan Konseling,Jakarta:PT
RajaGrafindo
http://caramengembangkanpotensidiri.blogspot.co.id/2013/05/.html(diaksess10 Oktober 2015)
http://kualitas pribadi konselor.blogspot.co.id/2013/05/kualitas-pribadi-konselor.html(diakses
10 Oktober 2015)
http://petensidiri.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-potensi.html(diakses
29 september2015)
[1] Hartono,Boy.Soedarmadji,Psikologi
Konseling,(Jakarta:Kencana,2012), hal 50-51
[2] KBBI (kamus Besar Bahasa
Indonesia)
[3] http://petensidiri.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-potensi.html(diakses
29 september2015)
[4] Gladding,Samuel T,kenseling
profesi yang menyeluruh,(Jakarta:indeks,2012), hlm 40
[5] Hikmawati.Fenti,Bimbingan
Konseling,(Jakarta:PT RAJAGRAFINDO,2011), hlm 61-62
[6] http://Kualitas
pribadi konselor.blogspot.co.id/2013/05/kualitas-pribadi-konselor.html(diakses 10 Oktober 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar